Saturday, 30 January 2016

Proses Penyelenggaraan Negara dalam Konteks Federalisme


Federalisme Indonesia

Federalisme pernah diterapkan di Indonesia pada rentang 27 Desember
1949 sampai dengan 17 Agutus 1950. Pada masa ini yang dijadikan sebagai
pegangan adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949. Berdasarkan
konstitusi tersebut bentuk negara kita adalah serikat atau federasi
dengan 15 negara bagian.
Bentuk pemerintahan yang berlaku pada periode ini adalah republik. Ciri
republik diterapkan ketika berlangsungnya pemilihan Ir. Soekarno sebagai
Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Drs. Moh. Hatta sebagai
Perdana Menteri. Sistem pemerintahan yang dianut pada periode ini adalah
sistem parlementer kabinet semu (quasi parlementer), dengan karakteristik
sebagai berikut.
1) Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh Presiden, bukan oleh
parlemen sebagaimana lazimnya.
2) Kekuasaan perdana menteri masih dicampurtangani oleh Presiden.Hal itu tampak pada ketentuan bahwa Presiden dan menteri-menteri bersama-sama
merupakan pemerintah. Seharusnya Presiden hanya sebagai kepala negara,
sedangkan kepala pemerintahannya dipegang oleh Perdana Menteri.
3) Pembentukan kabinet dilakukan oleh Presiden bukan oleh parlemen.
4) Pertanggungjawaban kabinet adalah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), namun harus melalui keputusan pemerintah.
5) Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga
DPR tidak punya pengaruh besar terhadap pemerintah. DPR tidak dapat
menggunakan mosi tidak percaya kepada kabinet.
6) Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap yaitu sebagai kepala negara
dan kepala pemerintahan.
Selain Presiden dan para menteri (kabinet), negara RIS juga mempunyai
Senat, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas
Keuangan sebagai alat perlengkapan negara. Parlemen RIS terdiri atas dua
badan yaitu senat dan DPR. Senat beranggotakan wakil dari negara bagian
yang ditunjuk oleh pemerintah pusat. Setiap negara bagian diwakili oleh dua
orang.
Keputusan untuk memilih bentuk negara serikat, sebagaimana telah
diuraikan di muka, merupakan politik pecah belahnya kaum penjajah.
Hasil kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar memang mengharuskan
Indonesia berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat. Bagaimana
nasib negara serikat itu? Layaknya bayi yang lahir prematur, maka kondisi
RIS juga seperti itu. Muncul berbagai reaksi dari berbagai kalangan bangsa
Indonesia yang menuntut pembubaran Negara RIS dan kembali kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Akhirnya, pada 8 Maret 1950, Pemerintah
Federal mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950, yang
isinya mengatur tata cara perubahan susunan kenegaraan RIS. Dengan adanya
undang-undang tersebut, hampir semua negara bagian RIS menggabungkan
diri dengan Negara Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Negara
RIS hanya memiliki tiga negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia,
Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.
 Karakteristik Negara Federal
Selain konsep negara kesatuan, dikenal pula konsep negara federal atau
sering disebut negara serikat. Negara federal merupakan konsep yang bertolak
belakang dengan negara kesatuan. Apa sebenarnya negara federal itu?
Abu Daud Busroh (1990:64) menyatakan bahwa negara federasi adalah
negara yang tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri sendiri
dan kemudian negara-negara tersebut mengadakan ikatan kerja sama yang
efektif, tetapi di samping itu negara-negara tersebut masih ingin mempunyai
wewenang-wewenang yang dapat diurus sendiri.
Pendapat lain dikemukakan oleh Al Chaidar (2000:61) yang menyatakan
bahwa negara federasi berbicara tentang suatu negara besar yang berfungsi
sebagai negara pusat dengan suatu konstitusi federal yang didalamnya
terdapat sejumlah negara bagian yang masing-masing memiliki konstitusi
sendiri-sendiri. Konstitusi federal mengatur batas-batas kewenangan pusat,
sedangkan sisanya dianggap sebagai milik daerah.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa negara
federasi adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian
yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara bagian boleh
memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan
kabinet sendiri, namun yang berdaulat dalam negara federal adalah gabungan
negara-negara bagian yang disebut negara federal. Setiap negara bagian bebas
melakukan tindakan ke dalam, asal tak bertentangan dengan konstitusi federal.
Tindakan ke luar (hubungan dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh
pemerintah federal.
Dalam praktik kenegaraan, jarang dijumpai sebutan jabatan kepala negara
bagian (lazimnya disebut gubernur negara bagian). Pembagian kekuasaan
antara pemerintah federal dengan negara bagian ditentukan oleh negara bagian.
Pada umumnya kekuasaan yang dilimpahkan negara-negara bagian
kepada pemerintah federal meliputi:
a) hal-hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek hukum
internasional, misalnya masalah daerah, kewarganegaraan dan perwakilan
diplomatik;
b) hal-hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, pertahanan dan
keamanan nasional, perang dan damai;
c) hal-hal tentang konstitusi dan organisasi pemerintah federal serta azasazas
pokok hukum maupun organisasi peradilan selama dipandang perlu
oleh pemerintah pusat, misalnya mengenai masalah uji material konstitusi
negara bagian;
d) hal-hal tentang uang dan keuangan, beaya penyelenggaraan pemerintahan
federal, misalnya hal pajak, bea cukai, monopoli, mata uang (moneter);
e) hal-hal tentang kepentingan bersama antarnegara bagian, misalnya masalah
pos, telekomunikasi, statistik.
Kemudian apa yang membedakan negara federal/serikat dengan negara
kesatuan? Menurut Rudolf Kranenburg sebagaimana dikutip oleh Astim
Riyanto (2006:55) terdapat 2 (dua) kriteria yang membedakan negara kesatuan
dan negara serikat. Pertama, dalam negara kesatuan organisasi bagianbagian
negara dalam garis-garis besarnya telah ditetapkan oleh pembentuk
undang-undang pusat. Adapun, dalam negara serikat, negara bagian memiliki
wewenang membentuk konstitusi sendiri dan berwenang mengatur organisasi
sendiri dalam rangka konstitusi federal. Kedua, dalam negara kesatuan,
wewenang pembentuk undang-undang pusat ditetapkan dalam suatu rumusan
yang umum dan wewenang pembentuk undang-undang yang lebih rendah
(lokal) tergantung pada badan pembentuk undang-undang pusat. Adapun,

pada negara serikat
Load disqus comments

0 comments