Friday, 5 February 2016

Mengenal Pengertian Qada dan Qadar



1. Pengertian Qada' dan Qadar
Para ulama berbeda pandangan dalam memberikan arti kata Qa«±' dan
Qadar, sebagian ulama mengartikan sama, dan sebagian ulama yang lain
memberikan arti yang berbeda.
Pandangan yang membedakan antara Qa«±' dan Qadar, mendefiniskan
Qadar dengan “ilmu Allah Swt. tentang apa yang akan terjadi pada
makhluk di masa mendatang.” Sedangkan Qa«±' adalah “segala sesuatu
yang Allah Swt. wujudkan (adakan atau berlakukan) sesuai dengan ilmu
dan kehendaknya.” Sebagian ulama yang lain justru menerapkan definisi
di atas secara terbalik, yakni definisi Qa«±' dan Qadar ditukar.
Pendapat yang menyamakan Qa«±' dan Qadar memberikan definisi:
”Aturan baku yang diberlakukan oleh Allah Swt. terhadap alam ini, undangundang
yang bersifat umum, dan hukum-hukum yang mengikat sebab
dan akibat”

3. Kewajiban beriman kepada Qada dan Qadar
Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah saw. didatangi oleh seorang
laki-laki yang berpakaian serba putih, dan rambutnya sangat hitam. Lelaki
itu bertanya tentang Islam, Iman dan I¥s±n. Tentang keimanan, Rasulullah
menjawab yang artinya: “Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikatmalaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan beriman pula
kepada Qadar (takdir) yang baik ataupun yang buruk”. (H.R. Muslim).
Lelaki itu adalah Malaikat Jibril yang sengaja datang untuk memberikan
pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad saw. Jawaban Rasulullah
yang dibenarkan oleh Malaikat Jibril itu berisi rukun iman. Salah satu dari
rukun iman itu adalah iman kepada Qa«±' dan Qadar. Dengan demikian,
mempercayai Qa«±' dan Qadar merupakan kewajiban. Kita harus yakin
dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita,
baik yang menyenangkan maupun yang tidak adalah atas kehendak atau
takdir Allah Swt.
Sebagai orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah
Swt. atas diri kita. Di dalam sebuah hadis qudsi Allah Swt. berfirman yang
artinya:
”Siapa yang tidak ri«± dengan Qa«±'-Ku dan Qadar-Ku dan tidak sabar
terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari
Tuhan selain Aku”. (H.R.at-Tabrani)
Takdir Allah Swt. merupakan iradah (kehendak) Allah Swt.. Oleh sebab
itu, takdir tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir sesuai
dengan keinginan kita, hendaklah kita bersyukur karena hal itu merupakan
nikmat yang diberikan Allah Swt. kepada kita. Ketika takdir yang kita alami
tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita
terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah
itu ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah Swt.
Maha Mengetahui atas apa yang diperbuat-Nya.

4. Macam-Macam Takdir
Mengenai hubungan antara Qa«±' dan Qadar dengan ikhtiar, do’a dan
tawakal ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam
seperti dibawah ini:
a. Takdir Mua’llaq
Takdir Mua’llaq adalah takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar
manusia. Misalnya, seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur
pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun.
Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi
insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah Swt. berfirman:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S ar-Ra’d/13:11)
b. Takdir Mubram
Takdir Mubram adalah takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak
dapat diusahakan atau tidak dapat ditawar-tawar lagi oleh manusia.
Misalnya, ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit, atau dilahirkan
dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapak kulit putih, dan
sebagainya.

B. Makna Beriman kepada Qa«±' dan Qadar
Qa«±' dan Qadar atau takdir berjalan menurut hukum “sunnatullah”. Artinya
keberhasilan hidup seseorang sangat tergantung sejalan atau tidak dengan
sunnatullah. Sunnatullah adalah hukum-hukum Allah Swt. yang disampaikan
untuk umat manusia melalui para Rasul, yang tercantum di dalam al-Qur'±n
berjalan tetap dan otomatis. Misalnya malas belajar berakibat bodoh,tidak
mau bekerja akan miskin, menyentuh api merasakan panas, menanam benih
akan tumbuh dan lain-lain.

Kenyataan menunjukkan bahwa siapa pun orangnya tidak mampu mengetahui
takdirnya. Jangankan peristiwa masa depan, hari esok terjadi apa, tidak ada
yang mampu mengetahuinya. Siapa pun yang berusaha dengan sungguhsungguh
sesuai hukum-hukum Allah Swt. disertai dengan do’a, ikhlas dan
tawakal kepada Allah Swt., dipastikan akan memperoleh keberhasilan dan
mendapatkan cita-cita sesuai tujuan yang ditetapkan.
Berkaitan dengan makna beriman kepada Qa«±' dan Qadar, dapat diketahui
bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah Swt. sejak sebelum ia dilahirkan.
Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa
manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar.
Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang
dengan sendirinya.
Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas
berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin
Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah Umar.
” Mengapa Engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang
Allah sudah menakdirkan saya menjadi pencuri”. Mendengar jawaban demikian,
Khalifah Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah
itu potonglah tangannya!” para sahabat lain bertanya, ” Mengapa hukumnya
diberatkan seperti itu?”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia
wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta
atas nama Allah”.
Beriman kepada takdir selalu terkait dengan 4 (empat) hal yang selalu
berhubungan dan tidak terpisahkan. Keempat hal itu adalah iman kepada
“Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya,
sungguh beruntung orang yang mensucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi
orang yang mengotorinya” (Q.S. asy-Syams/91:8-10)
"Apakah manusia mengira dibiarkan tanpa pertanggungjawaban?” (Q.S. Al-
Qiyamah/75:36).
Beberapa tamsil peristiwa ini akan dapat memudahkan dalam memahami
persoalan takdir.
Dikisahkan ketika Umar bin Khattab akan berkunjung ke negeri Syam
(Syiria dan Palestina sekarang) beliau mendengar berita bahwa di sana
sedang terjadi wabah penyakit, sehingga beliau membatalkan rencananya
tersebut. Kemudian seseorang tampil bertanya: “(Apakah Anda lari/
menghindar dari takdir Allah?)” Umar serta merta menjawab: “(Saya lari/
menghindari dari takdir Allah kepada takdir-Nya yang lain)”
Sejak zaman Rasulullah saw. telah terjadi kekeliruan dalam menyikapi takdir,
salah satunya beliau bersabda:“Pada akhir zaman ada suatu golongan yang
berbuat kemaksiatan, dengan (sangat enaknya) mereka berkata: “Allah Swt.
telah menakdirkan saya mencuri.”
Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan kesalahan dalam memahami
takdir, padahal dengan tegas Allah Swt. melarangnya. Akhlak yang diajarkan
Islam adalah setiap keburukan yang menimpa merupakan kesalahan kita
sebagai manusia, sementara segala kebaikan dan keberhasilan merupakan
anugerah Allah Swt.

b. Ikhtiar
Ikhtiar adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati
dalam menggapai cita-cita dan tujuan. Allah Swt. menentukan takdir, kita
Dajjal, kejahatan terburuk yang pasti datang, atau bahkan kiamat yang
sangat amat dahsyat?”(HR. at-Tirmid©i).
Jika sudah diikhtiarkan namun kegagalan yang diperoleh, maka dalam
hubungan inilah letak “rahasia Ilahi.” Meskipun begitu, Allah Swt. tidak
menyia-nyiakan semua amal yang sudah dilakukan, walaupun gagal.
Firman Allah Swt.: “ Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa
yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan
diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan
balasan yang paling sempurna”. (Q.S. an-Najm/53:39-41).
Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah kenapa Allah Swt. mewajibkan
manusia berikhtiar. Walaupun sudah ditentukan Qa«±' dan qadarnya, di
pundak manusia lah kunci keberhasilan dan keberuntungan hidupnya.
Di samping itu, begitu banyak anugerah yang telah Allah Swt. berikan
kepada manusia berupa: naluri, panca indera, akal, kalbu, dan aturan
agama, sehingga lengkaplah sudah bekal yang dimiliki manusia menuju
kebahagiaan hidup yang diinginkan.

c. Doa
Doa adalah ikhtiar batin yang besar pengaruhnya bagi manusia yang
meyakininya. Hal ini karena doa merupakan bagian dari motivasi
intrinsik. Bagi yang meyakini, doa akan memberikan energi dalam
menjalani ikhtiarnya, karena Allah Swt. telah berjanji untuk mengabulkan
permohonan orang yang bersungguh-sungguh memohon. Firman Allah
Swt.: “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa
kepada-Ku, ..” (Q.S. al-Baqarah/2:186)

d. Tawakal
Setelah meyakini dan mengimani takdir, kemudian dibarengi dengan
ikhtiar dan do’a, maka tibalah manusia mengambil sikap tawakal. Tawakal
adalah “menyerahkan segala urusan dan hasil ikhtiarnya hanya kepada
Allah Swt.”.
Dasar pengertian tawakal diambil dari peristiwa yang terjadi pada zaman
Rasulullah saw.: Pada suatu hari datang seorang sahabat ke kediaman
Rasulullah dengan mengendarai unta. Sesampainya di depan rumah

C. Hikmah Beriman kepada Qa«±' dan Qadar
1. Semakin meyakini bahwa segala
sesuatu yang terjadi di alam ini
tidak lepas dari sunnatullah;
2. Semakin termotivasi untuk
senantiasa berikhtiar atau
berusaha lebih giat lagi dalam
mengejar cita-citanya.
3. Meningkatkan keyakinan akan
pentingnya peran doa bagi
keberhasilan sebuah usaha;
4. Meningkatkan optimisme
dalam menatap masa depan
dengan ikhitar yang sungguhsungguh;
5. Meningkatkan kekebalan jiwa
dalam menghadapi segala
rintangan dalam usaha
sehingga tidak berputus asa
ketika mengalami kegagalan;
6. Menyadarkan manusia bahwa
dalam kehidupan ini dibatasi
oleh peraturan-peraturan Allah
Swt., yang tujuannya untuk
kebaikan manusia itu sendiri
Load disqus comments

0 comments